Skip to main content

Belajar pada guru-guru besar (part 1)

Ishaq bin Rahawaih

Nama beliau adalah Ishaq Al-Hafidh Al-Faqih Ishaaq bin Ibrahim bin Makhlad bin Ibraahiim bin ‘Abdillah bin Mathar bin ‘Ubaidillah bin Ghaalib bin Al-Waarits bin ‘Ubaidillah bin ‘Athiyyah bin Murrah bin Ka’b bin Hammaam bin Asad bin Murrah bin ‘Amr bin Handhalah bin Maalik bin Zaid Manaat bin Tamiim. Kun-yah beliau adalah Abu Ya’quub, namun lebih dikenal dengan nama Ibnu Rahawaih.

Adapun Rahawaih (رَاهَوَيه) merupakan laqab (julukan) ayahnya yang bernama Abul-Hasan Ibrahim. Laqab tersebut diberikan karena beliau lahir di jalan kota Makkah. ‘Jalan’ dalam bahasa Persia adalah Raah (راه), dan Waih (ويه) bermakna ‘menemukan’. Jadi seakan-akan beliau (ayah Ibnu Rahawaih) ditemukan di jalan.

Banyak ulama besar yang menjadi muridnya, diantaranya Muhammad bin Ishaq, imam bukhori, imam muslim, imam at tirmidzi, imam abu dawud, dan imam an nasai’. Beliau juga mempunyai banyak karya, diantaranya Al-Musnad, Kitabut-Tafsir, Kitabul-‘Ilm.

Beliau disebutkan menjadi salah satu sebab imam bukhori menulis kitab shahih bukhori. Suatu ketika beliau (ishaq) berkata kepada murid-muridnya, “Kalaulah ada salah seorang dari kalian wahai murid-muridku yang mau mengumpulkan sebuah kitab yang hanya berisi hadits-hadits yang shohih dari hadits-hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam”. Kalimat tersebut beliau ucapkan hanya sekali saja, namun menghujam di hati murid-muridnya, tidak terkecuali muhammad bin ibrahim atau yang kita kenal dengan imam bukhori.

Kalimat sederhana yang darinya mendorong lahirnya karya-karya besar, menjadi motivasi dengan kekuatan tanpa batas bagi murid-muridnya.

Hal tersebut pastilah tidak terlepas dari pribadi beliau sebagai guru yang disegani oleh murid-muridnya, baik karena kepakarannya terhadap ilmu, maupun kebagusan akhlaknya.

Imam an nasai (salah satu murid beliau) pernah ditanya tentang gurunya (Ishaq bin rahawaih), maka beliau memberikan kesaksian bahwa beliau (gurunya itu) sebagai orang yang tsiqat lagi dapat dipercaya, dan beliau menyebut gurunya sebagai

أحد الأئمة (salah seorang imam). Berkumpul pada diri Ishaq bin rahawaih, pengetahuan hadits, kefaqihan, hapalan, kejujuran, wara’, dan kezuhudan.

Imam Abu Daud yang juga merupakan salah satu muridnya berkata “Ishaaq bin Rahawaih mendiktekan kepada kami 11.000 hadits dari hapalannya, kemudian membacakannya (kembali) kepada kami. Tidak ada satupun huruf yang bertambah ataupun berkurang”.

Maka sudah sepantasnya seorang guru merupakan sosok yang kompeten di bidangnya, mempunyai kafaah keilmuan yang mumpuni, sehingga dia mempunyai izzah di depan murid-muridnya. Apa yang disampaikan guru tidak akan diremehkan karena yang mereka hadapi adalah bukan guru sembarangan.

Comments

Popular posts from this blog

Berhenti menyalahkan keadaan

 Imam abu hatim rahimahullah pernah berkata "ketika sedang mencari hadis, keadaanku benar benar memprihatinkan, karena tidak mampu membeli sumbu lampu. Pada malam hari aku terpaksa keluar ke tempat ronda yang terletak di mulut gang. Aku belajar dengan menggunakan lampu penerangan yang dipakai oleh tukang ronda. Sebagai kompensasinya, terkadang kalau dia tidur, akulah yang menngantikannya jaga* Kondisi sempit, terbatasnya waktu bagi penghapal al quran maupun penuntut ilmu lainnya adalah penempa kesabaran. Benarlah perkataan imam syafii *seorang penuntut ilmu yang ingin memperbanyak ilmunya, ia wajib mengerahkan segenap jerih payahnya, sabar menghadapi segala kesulitan yang mengbadang, ikhlas kaarena Allah dalam mdncari ilmuNya, dan selalu memohon pertolongan Allah. 

Makna surat dalam Al Qur'an

Al Qur'an terdiri dari 114 surah, dibuka dengan surah al fatihah, ditutup dengan surah an-nas. Pernahkah terpikir oleh kita kenapa ada nama pada setiap surat?. Selama ini yang kita tahu, surah Al fatihah artinya pembukaan, surah al baqarah artinya sapi betina, dst. Pernahkah kita berpikir, apa makna surah itu sendiri? Banyak pendapat tentang makna surah. Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa kata surah berasal dari kata asarul ina yang artinya sisa air minum yang ada pada wadahnya. Dengan demikian bentuk asalnya adalah su-run (memakai hamzah) kemudian hamzah di takhfifkan, lalu diganti dengan wawu, mengingat harakat dhammah sebelumnya sehingga kata su-run menjadi surah. Surah disebut surah yang artinya sisa, karena pembahasan yang terdapat pada sebuah surah, "disisakan" untuk dibahas di surah yang lain. Sedangkan Al Quran adalah sebuah mata rantai pembahasan yang tidak terputus. Mari sejenak kita ambil beberapa contohnya. Al Qur'an dibuka dengan surah Al Fatihah,