Skip to main content

2. Berdoa meminta hidayah

Allah berfirman dalam Al Qur'an, di surat yang paling sering kita baca, dimana dalam madzhab syafii, maliki dan hambali dikatakan bahwa tidak sah solat seseorang kecuali membaca surat tersebut. Surat itu adalah surat Al fatihah. Surat yang disebutkan Rasulullah sebagai surat paling agung di dalam Al Qur'an. Surat dimana terdapat tujuh ayat yang diulang-ulang (as sabul matsani).

Ahli ilmu menyebutkan surat al fatihah mempunyai kurang lebih 36 nama, yang diambil langsung dari hadis nabi, maupun ijtihad para ulama. Banyaknya nama yang dimiliki surat al fatihah, tidak lain menunjukkan betapa pentingnya surat tersebut. 

Dalam tradisi arab, tidaklah sesuatu itu dianggap sangat penting, maupun sangat membahayakan, kecuali ia akan diberi nama sangat banyak. Seperti unta yang memiliki 6000 sebutan nama. Diantaranya yang disebutkan dalam AlQur'an adalah Ibil, naqah, jamal, Iir, Him, Anam, dan Bair, yang masing-masing nama mempunyai karakteristik tersendiri.

Surat al fatihah mengandung banyak pelajaran penting bagi manusia. Imam Ali RA pernah mengatakan "seandainya seseorang menghabiskan waktu untuk mengkaji surat Al fatihah, dan menuliskannya, maka niscaya tulisan tersebut tidak akan cukup dibawa meskipun dengan 700 ekor unta".

Pembahasan surat Al fatihah akan dibahas lebih mendalam pada bab lain. Pada bab ini, penulis ingin menekankan pada sebuah doa dalam surat al fatihah, yang Allah ajarkan langsung untuk manusia, dan Allah juga yang menjadikan doa tersebut menjadi doa yang paling sering dibaca seorang muslim. Sebagai penekanan, betapa pentingnya doa tersebut bagi kehidupan manusia, termasuk dalam proses menghapalkan Al Qur'an.

 (ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَ ٰ⁠طَ ٱلۡمُسۡتَقِیمَ)
Tunjukilah kami jalan yang lurus. 

Dalam tafsir al wajiz, prof dr wahbah az zuhaili menyebutkan bahwa pada ayat tersebut, terdapat doa yang paling bermanfaat dan paling agung bagi seorang hamba. Karena sesungguhnya jika Allah menolong hambaNya dengan jalan lurus ini, maka Allah juga yang akan membantunya untuk meningkatkan ketaatannya, menguatkannya untuk menjauhi larangan-laranganNya, sehingga hamba tersebut tidak akan mendapat musibah baik di dunia maupun di akhirat.

Kata الصِّرَاط sebagaimana dijelaskan dalam tafsir as sa'di, mempunyai dua cara baca yang berbeda. Pertama dengan huruf sin السِّرَاط as-siraat, kedua dengan huruf shad الصِّرَاطَ ash-Shirath. Yang dimaksud dengan shirat pada ayat ini adalah jalan, dan yang dimaksud dengan petunjuk (pada ihdinashiraath) adalah hidayah berupa petunjuk (kepada jalan yang lurus) dan hidayah berupa taufik (meniti petunjuk jalan itu dengan mengamalkannya). 

Penghilangan huruf jarr pada kata ihdina bermakna agar permintaan hidayah tersebut bermakna umum, yaitu hidayah petunjuk (ilmu) dan hidayah taufik (pengamalan). Seorang hamba akan merasakan manisnya iman, apabila mendapatkan kedua hidayah itu sekaligus. Karena ilmu tanpa pengamalan ibarat pohon yang tidak berbuah.

Maka tidak mengherankan ketika kita dapati beberapa dari penghapal Al Qur'an, yang hapalannya tidak memberikan dampak signifikan kepada kehidupannya, atau bahkan akhlaknya jauh dari akhlaq al Qur'an. Mungkin Allah hanya memberikan petunjuk orang tersebut untuk menghapalkan Al Qur'an, tapi tidak memberinya taufiq untuk mengamalkannya. Naudzubillah…

Kita berdoa semoga menjadi ahli quran yang mendapatkan hidayah ilmu sekaligus taufiq, sehingga Al Qur'an bisa menjadi syafaat kita di hari akhir nanti. Amin...

Kembali pada surat al fatihah, ayat selanjutnya disebutkan

"jalan  orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka"

Disini dijelaskan bahwa orang-orang yang mendapat hidayah taufik serta menapaki jalan yang lurus tidaklah sendirian. Sebagaimana disebutkan dalam QS. An Nisa: 69 

"Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya"

Maka pada bab yang lain penulis juga akan menjelaskan tentang pentingnya berkumpul dengan para penghapal Al Qur'an. Berkumpul dengan para penghapal Al Qur'an bisa menjadi kunci seseorang bisa menuntaskan hapalannya dengan baik. Menghapalkan Al Quran membutuhkan energi yang luar biasa, baik energi fisik, tenaga maupun pikiran, sehingga, bersama dengan para penghapal lainnya, menjadikan seorang penghapal Al Qur'an lebih mudah untuk saling menyemangati satu dengan yang lainnya.

Masih dalam ayat ke 7, setelah Allah menyebutkan kenikmatan bagi orang-orang yang mendapatkan hidayah taufiq, Allah kemudian menyebutkan golongan orang-orang yang tidak mendapat kenikmatan itu, karena melenceng dari sirat al mustaqim. Yaitu golongan orang-orang yang dimurkai dan golongan orang-orang yang sesat.

Syaikh muhammad as sa'di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang dimaksud golongan orang yang dimurkai adalah orang-orang yahudi dan orang-orang yang mengetahui kebenaran tapi tidak mau mengamalkannya. Sedangkan orang-orang yang tersesat ditujukkan kepada orang-orang nasrani sebelum diutusnya nabi Muhammad dan setiap orang yang beramal tanpa tuntunan kebenaran karena kebodohannya.

Darisini mari sejenak merenung bahwa untuk mendapat nikmat hidayah menghapalkan Al Quran, maka seseorang harus berusaha keras untuk berilmu dan beramal sesuai dengan apa yang dihapalkannya. Sebuah beban dan tanggung jawab besar yang dipikul oleh para penghapal Al Qur'an. Maka tidak mengherankan ketika para sahabat terdahulu butuh waktu yang lama untuk menghapalkan Al Quran. Mereka tidak menambah hapalan kecuali sudah bisa mengamalkannya.

Lantas apakah hal tersebut menjadi alasan kita untuk tidak bersegera dalam menghapalkan seluruh isi dari Al Qur'an? Jawabannya adalah TIDAK. Menghapalkan Al Quran adalah keutamaan dan kebaikan, maka bukankah kita harus bersegera dalam meraih keutamaan tersebut?.

Kembali pada pembahasan surah al fatihah, ada bagian yang tidak kalah menarik dari pembahasan orang-orang yang mendapat petunjuk dan orang-orang yang melenceng, yaitu kata "an amta'" yaitu ni'mat. Allah menyandingkan hidayah dengan nikmat. Lantas nikmat seperti apa yang dimaksud?.

Untuk membahasnya, izinkan penulis menukilkan beberapa kisah yang juga terdapat dalam al Qur'an. Pertama, kisah bani Israil yang terkagum-kagum dengan harta Qarun, dan kisah kedua adalah kisah antara nabi Musa dengan fir'aun baik sebelum nubuwat, maupun setelahnya.

Kisah pertama tentang bani israil yang terkagum-kagum kepada harta Qarun. Qs Al Qashas  78-82 menceritakan bagaimana kisah tersebut terjadi.

Qarun sendiri awalnya adalah orang yang beriman, dia adalah satu diantara 70 pemuda bani israil yang terpilih untuk memintakan ampunan atas dosa penyembahan patung lembu. Namun harta dunia telah memalingkannya. Sebuah pembelajaran besar, bahwa fitnah terbesar dari seorang hamba adalah kembalinya ia ke jalan kesesatan setelah merasakan manisnya keimanan.

Selain kisah kekufuran Qarun, ada kisah lain yang Allah tunjukkan, agak menjadi pembelajaran penting bagi manusia. Yaitu kisah orang-orang yang melihat harta dan kunci-kunci gudang Qarun. Disebutkan kunci-kunci gudang Qarun ketika itu dibawa oleh 60 keledai, namun dalam riwayat ibnu abbas, kunci-kunci tersebut dibawa oleh 40 laki-laki yang amat kuat. Bahkan ahli bahasa mengambarkan, begitu beratnya kunci gudang tersebut, hingga tubuh para pemikulnya miring. Coba bayangkan, betapa menggiurkannya harta Qarun kala itu. Sejenak mari kita renungkan, ketika hal tersebut ada didepan mata kita, kira-kira kalimat apa yang pertama kali terucap dari mulut kita?. 

Dalam kisah itu, ada dua macam ucapan yang berbeda. Pertama, ucapan orang yang belum mendapat hidayah. Mereka mengucap "Semoga kita memiliki harta yang berlimpah seperti Qarun. Sungguh Qarun benar-benar orang yang beruntung”. Dan ucapan orang yang mendapat hidayah "Hei, celakalah kalian apabila mengharapkan harta seperti yang dimiliki Qarun, sesungguhnya pahala Allah jauh lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan pahala itu tidak dapat diperoleh kecuali oleh orang-orang yang sabar”. Baru setelah harta qarun ditenggelamkan Allah, orang-orang yang kemarin terkagum-kagum dengan Qarun berkata "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)".

Perkara yang sama, tapi dengan kondisi yang berbeda, menghasilkan sudut pandang yang berbeda pula. Satu, sebelum mendapat hidayah, sudut pandang yang digunakan hanyalah sudut pandang material yang nampak, padahal apa yang nampak belum tentu benar. Sedangkan sudut pandang setelah mendapat hidayah, sudut pandangnya bisa menembus apa-apa yang tidak bisa dilihat oleh orang-orang yang tidak mendapat hidayah, karena Allah sendiri yang membimbingnya.

Ternyata, untuk melihat sesuatu saja, seseorang butuh hidayah. Begitu juga ketika seseorang menghapalkan Al Quran, ketika mata kita, hati kita, pikiran kita tidak disertai hidayah, maka bisa saja interaksi kita dengan Al Quran hanya akan menjadi sebuah beban, hal yang membosankan, dan menghabiskan waktu saja. Menghapalkan Al Qur'an itu unik, maka butuh hati yang senantiasa dibimbing hidayah untuk melihat keunikan prosesnya yang begitu nikmat.

Ada sebagian dari penghapal yang sulit sekali menghapal, namun hapalannya mudah sekali hilang. Ada sebagian yang lain sulit menghapal, tapi begitu hapalan didapat, maka hapalannya terjaga dan tidak mudah hilang. Ada sebagian yang lain yang mudah menghapal, dan juga hapalannya sangat terjaga, tidak mudah hilang, sehingga menjadikan iri para penghapal yang lain. 

Ketika diberikan kesulitan menghapal, namun mudah hilang, maka mungkin Allah ingin memberikan pahala dan keutamaan yang lebih besar kepada kita, seiring semakin banyaknya bacaan yang kita baca. Ketika kita diberikan posisi pada kelompok kedua, yaitu sulit menghapal namun tidak mudah lupa, maka itu pelecut agar kita tidak mudah patah semangat. Allah ingin menempa kita menjadi seseorang yang sabar, dan menunjukkan kepada kita bahwa sabar akan senantiasa berbuah manis. Dan jika kita termasuk kelompok ketiga, maka berbahagialah, mungkin Allah ingin kita segera menyelesaikan satu amanah untuk amanah lainnya, maka kita tidak boleh bersantai-santai.

Kondisi tersebut harus disikapi dengan sudut pandang yang tepat, sehingga kita bisa mensyukuri apapun yang terjadi. Allah yang paling tahu dengan kondisi hambaNya, maka butuh kacamata dan sudut pandang yang tepat agar hati kita sampai kepada apa yang sebenarnya Allah inginkan dari kita.




Comments

Popular posts from this blog

Berhenti menyalahkan keadaan

 Imam abu hatim rahimahullah pernah berkata "ketika sedang mencari hadis, keadaanku benar benar memprihatinkan, karena tidak mampu membeli sumbu lampu. Pada malam hari aku terpaksa keluar ke tempat ronda yang terletak di mulut gang. Aku belajar dengan menggunakan lampu penerangan yang dipakai oleh tukang ronda. Sebagai kompensasinya, terkadang kalau dia tidur, akulah yang menngantikannya jaga* Kondisi sempit, terbatasnya waktu bagi penghapal al quran maupun penuntut ilmu lainnya adalah penempa kesabaran. Benarlah perkataan imam syafii *seorang penuntut ilmu yang ingin memperbanyak ilmunya, ia wajib mengerahkan segenap jerih payahnya, sabar menghadapi segala kesulitan yang mengbadang, ikhlas kaarena Allah dalam mdncari ilmuNya, dan selalu memohon pertolongan Allah. 

Makna surat dalam Al Qur'an

Al Qur'an terdiri dari 114 surah, dibuka dengan surah al fatihah, ditutup dengan surah an-nas. Pernahkah terpikir oleh kita kenapa ada nama pada setiap surat?. Selama ini yang kita tahu, surah Al fatihah artinya pembukaan, surah al baqarah artinya sapi betina, dst. Pernahkah kita berpikir, apa makna surah itu sendiri? Banyak pendapat tentang makna surah. Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa kata surah berasal dari kata asarul ina yang artinya sisa air minum yang ada pada wadahnya. Dengan demikian bentuk asalnya adalah su-run (memakai hamzah) kemudian hamzah di takhfifkan, lalu diganti dengan wawu, mengingat harakat dhammah sebelumnya sehingga kata su-run menjadi surah. Surah disebut surah yang artinya sisa, karena pembahasan yang terdapat pada sebuah surah, "disisakan" untuk dibahas di surah yang lain. Sedangkan Al Quran adalah sebuah mata rantai pembahasan yang tidak terputus. Mari sejenak kita ambil beberapa contohnya. Al Qur'an dibuka dengan surah Al Fatihah,

Belajar pada guru-guru besar (part 1)

Ishaq bin Rahawaih Nama beliau adalah Ishaq Al-Hafidh Al-Faqih Ishaaq bin Ibrahim bin Makhlad bin Ibraahiim bin ‘Abdillah bin Mathar bin ‘Ubaidillah bin Ghaalib bin Al-Waarits bin ‘Ubaidillah bin ‘Athiyyah bin Murrah bin Ka’b bin Hammaam bin Asad bin Murrah bin ‘Amr bin Handhalah bin Maalik bin Zaid Manaat bin Tamiim. Kun-yah beliau adalah Abu Ya’quub, namun lebih dikenal dengan nama Ibnu Rahawaih. Adapun Rahawaih (رَاهَوَيه) merupakan laqab (julukan) ayahnya yang bernama Abul-Hasan Ibrahim. Laqab tersebut diberikan karena beliau lahir di jalan kota Makkah. ‘Jalan’ dalam bahasa Persia adalah Raah (راه), dan Waih (ويه) bermakna ‘menemukan’. Jadi seakan-akan beliau (ayah Ibnu Rahawaih) ditemukan di jalan. Banyak ulama besar yang menjadi muridnya, diantaranya Muhammad bin Ishaq, imam bukhori, imam muslim, imam at tirmidzi, imam abu dawud, dan imam an nasai’. Beliau juga mempunyai banyak karya, diantaranya Al-Musnad, Kitabut-Tafsir, Kitabul-‘Ilm. Beliau disebutkan menjadi sa