Imam abu hatim rahimahullah pernah berkata "ketika sedang mencari hadis, keadaanku benar benar memprihatinkan, karena tidak mampu membeli sumbu lampu. Pada malam hari aku terpaksa keluar ke tempat ronda yang terletak di mulut gang. Aku belajar dengan menggunakan lampu penerangan yang dipakai oleh tukang ronda. Sebagai kompensasinya, terkadang kalau dia tidur, akulah yang menngantikannya jaga* Kondisi sempit, terbatasnya waktu bagi penghapal al quran maupun penuntut ilmu lainnya adalah penempa kesabaran. Benarlah perkataan imam syafii *seorang penuntut ilmu yang ingin memperbanyak ilmunya, ia wajib mengerahkan segenap jerih payahnya, sabar menghadapi segala kesulitan yang mengbadang, ikhlas kaarena Allah dalam mdncari ilmuNya, dan selalu memohon pertolongan Allah.
Kita sebenarnya yang membutuhkan murojaah. Bandingkan kualitas hari kita ketika dalam sehari kita dapat menyelesaikan murojaah beberapa juz, dengan hari ketika kita tidak melakukan murojaah sama sekali. Pasti akan nampak perbedaannya dengan jelas. Proses murojaah memang sebuah proses yang berat. Mencitai proses tersebut tidak bisa didapat dengan cara instan. Perlu perjuangan dan perenungan yang panjang agar kita dapat mencitai proses tersebut. Bobby de porter dan micke heranacki dalam quantum Learning menyebutkan bahwa kita dapat menciptakan kecintaan terhadap sebuah aktivitas dengan cara memahami manfaat dari aktivitas tersebut. Mereka menyebutnya dengan istilah AMBAK (apa manfaatnya bagi Aku?) Imam syafii pernah berkata mengungkapkan "tidak mungkin menuntut ilmu bagi orang yang pembosan dan sering berubah pikiran, serta merasa puas dengan apa yang ada pada dirinya, kesempitan hidup, dan berkhitmat untuk ilmu tersebut. Pastilah ia akan beruntung